Budaya sepatu kets telah berevolusi dari minat khusus di kalangan atlet menjadi fenomena global yang memiliki pengaruh besar pada mode. Asal usul gerakan ini dapat ditelusuri kembali ke awal tahun 1900-an dengan pengembangan alas kaki khusus untuk berbagai olahraga. Budaya sepatu kets berakar pada akhir abad ke-19 dengan diperkenalkannya sepatu atletik. Awalnya dirancang untuk performa dalam lari dan pertandingan, sepatu awal ini hanya berfokus pada fungsi. Namun, baru pada pertengahan abad ke-20 sepatu kets mulai menegaskan identitas gayanya. Peluncuran Converse Chuck Taylor All-Star pada tahun 1917 menandai momen penting, karena sepatu itu dengan cepat menjadi pakaian pokok baik di dalam maupun di luar lapangan.
Tahun 1950-an dan 1960-an menjadi saksi naiknya popularitas bola basket, yang semakin memantapkan sepatu kets dalam pakaian sehari-hari. Namun, debut Air Jordan 1 pada tahun 1985-lah yang benar-benar merevolusi industri tersebut. Didukung oleh Michael Jordan yang legendaris, sepatu ikonik tersebut tidak hanya memamerkan bakatnya, tetapi juga menjadikan sepatu kets sebagai simbol ekspresi diri. Dampak Air Jordan 1 pada budaya sepatu kets tidak tertandingi, memperkuat statusnya sebagai ikon mode dan menyiapkan panggung untuk desain sepatu kets dan strategi pemasaran di masa mendatang. Meningkatnya popularitas bola basket pada pertengahan abad ke-20 berperan penting dalam membentuk budaya sepatu kets. Sepatu menjadi simbol identitas baik di dalam maupun di luar lapangan. Pada tahun 1970-an, ikon bola basket seperti Walt "Clyde" Frazier memengaruhi penggemar sepatu kets, dengan para penggemar dan pencinta mode sama-sama mendapat inspirasi dari alas kaki mereka di pinggir lapangan. Dukungan Frazier terhadap PUMA Clyde perdana pada tahun 1973 menandai sepatu kets bertanda tangan pertama untuk bintang bola basket, yang menjadi dasar bagi kemitraan atlet di masa mendatang.
Air Jordan 1 melampaui dunia olahraga, mengukuhkan dirinya sebagai simbol gaya, perlawanan, dan ekspresi diri. Dampaknya pada mode dan budaya pop tak terukur, memelopori kolaborasi antara atlet, penghibur, dan merek sepatu kets. Lini Air Jordan juga mencakup edisi terbatas yang menarik minat kolektor yang kuat. Seiring dengan berkembangnya budaya sepatu kets, budaya ini meluas jauh melampaui ranah olahraga, mengambil dimensi yang semakin komersial dan umum. Kemitraan dengan rumah mode mewah telah meningkatkan daya tarik, menggabungkan mode kelas atas dengan kepekaan pakaian jalanan. Pergeseran ini didorong oleh dukungan selebriti, pengaruh hip-hop, ekonomi penjualan kembali yang sedang berkembang, dan komunitas daring/berbasis acara baru yang didedikasikan untuk penggemar sepatu kets.
Kebangkitan budaya hip-hop dan jalanan pada tahun 1980-an dan 90-an memainkan peran penting dalam mengarusutamakan penggemar sepatu kets. Perilisan "My Adidas" dari Run-DMC pada tahun 1986 menandai titik balik, karena dukungan grup tersebut terhadap Adidas Superstar membawa sepatu kets ke garis depan budaya populer dan membentuk tren mode. Kolaborasi ini membuka jalan bagi kemitraan masa depan antara musisi dan perusahaan sepatu kets, yang memperkuat hubungan antara hip-hop dan sepatu kets. Di Eropa, budaya sepatu kets sangat dipengaruhi oleh sepak bola dan mode. Inggris, dengan London sebagai pusatnya, berfungsi sebagai pusat bagi penggemar sepatu kets, yang menawarkan peluncuran dan acara eksklusif yang menarik bagi beragam audiens. Di seluruh benua, sepatu kets lebih dari sekadar alas kaki atletik - sepatu kets juga merupakan pernyataan gaya utama. Di Jepang, terutama Tokyo, dunia sepatu kets dikenal dengan pendekatannya yang khas dan sering kali mutakhir. Rilisan terbatas dan kolaborasi tingkat tinggi adalah hal yang biasa, yang mencerminkan budaya yang menghargai inovasi serta tradisi. Keberagaman regional ini menyoroti jangkauan global dan kemampuan beradaptasi budaya sepatu kets, menjadikannya fenomena yang benar-benar universal.
Budaya sepatu kets telah mengalami evolusi signifikan di era digital, dibentuk oleh munculnya media sosial, kemajuan teknologi, dan meningkatnya kolaborasi antara influencer dan selebritas. Transformasi ini tidak hanya mengubah cara sepatu dibeli dan dijual, tetapi juga memicu diskusi penting seputar masalah hukum dan etika dalam industri penjualan kembali.
Dampak Media Sosial
Platform sosial telah memainkan peran penting dalam memicu kehebohan, kesadaran, dan aksesibilitas dalam budaya sepatu kets. Instagram, Twitter, dan YouTube telah memberi merek sarana untuk membangun perbincangan tentang peluncuran mendatang. Saluran ini juga menyediakan komunitas bagi para penggemar sepatu kets untuk terhubung, berbagi koleksi, dan mengikuti tren terkini. Namun, kemampuan untuk menyebarkan berita tentang rilis terbatas dengan cepat telah meningkatkan persaingan, sehingga semakin sulit bagi penggemar kasual untuk mendapatkan sepatu yang didambakan.